Thursday, October 8, 2009

Imam Al Azhar Larang Cadar

Sebuah surat kabar Mesir melaporkan seorang ulama yang disegani berencana melarang pelajar perempuan memakai cadar penutup muka ketika belajar di perguruan Al Azhar, sebuah lembaga pendidikan Islam Sunni yang sangat berpengaruh.

Harian Al-Masry Al-Youm hari Senin ( 5/10) melaporkan Imam besar Sheik Mohammad Sayyed Tantawi mengatakan ia akan mengukuhkan larangan itu pada sekolah-sekolah yang berafiliasi dengan Universitas Al Azhar.

Menurut harian itu, Tantawi ketika mengunjungi sebuah sekolah, telah meminta seorang pelajar perempuan menanggalkan cadarnya. Ia mengatakan penggunaan cadar adalah tradisi dan bukan kewajiban dalam Islam.
"Penampilan kamu seperti ini, yang kamu harus lakukan adalah tampil sedikit cantik “, kata Tantawi sebagaimana yang dikutip harian Al Masry kepada mahasiswi tersebut sambil menambahkan, “ Saya lebih tahu soal agama dibandingkan orang tuamu “

Jurubicara Al Azhar, Ahmed Tawfiq membenarkan Tantawi telah memerintahkan mahasiswi itu menanggalkan cadarnya namun ia berbicara dengan mahasiswi itu dengan cara yang sopan. “ Imam selalu mendasarkan keputusan berdasarkan ketentuan-ketentuan Islam”, kata Tawfiq.

Kebanyakan muslimah di Mesir mengenakan jilbab untuk menutupi rambutnya. Para pakar muslim berbeda pendapat mengenai penggunaan cadar. Banyak dari mereka mengatakan penggunaan cadar bukan sebuah kewajiban Islam.

Kebijakan Sheik Mohammad Sayyed Tantawi itu memicu protes. Seorang anggota parlemen Mesir, Rabu (7/10) sebagaimana yang dikutip AFP menuntut Tantawi mengundurkan diri. Hamdi Hassan, anggota parlemen dari partai opisisi terbesar Ikhwanul Muslim mengatakan “ Tantawi harus mundur. Ia merusak reputasi Al Azhar setiap kali ia mengatakan sesuatu.”
“ Memang cadar bukan kewajiban, tapi bermanfaat” tambah Hassan. “ Mengapa cadar di larang di Al Azhar? Ini adalah lembaga keagamaan, bukan akademi tari perut.”

Sementara itu, sekitar 20a mahasiswi dengan mengenakan cadar yang hanya menampakkan matanya, berunjuk rasa di pintu asrama Universitas Kairo memprotes keputusan pelarangan tersebut sambil menumpuk koper-koper mereka ditrotoar.

" Saya akan ujian dua minggu lagi. Saya tidak bisa menemukan tempat tinggal dan saya tidak bisa belajar”, kata seorang mahasiswi yang hanya menyebut namanya sebagai Fatin. “ Dimana kebebasan ? Jika komestik diperbolehkan, mengapa cadar tidak ? “

Keputusan Tantawi itu juga dipersoalkan di Kuwait. Anggota parlemen Mohammad Hayef menyebut kebijakan Tantawi itu “ memalukan” dan menyebut keputusan Imam Besar tersebut “ adalah fatwa yang berlebihan dan tidak biasa”.

Kebanyakan muslimah di Mesir berjilbab menutup rambutnya, namun penggunaan cadar belakangan makin populer di jalan-jalan Kairo.

Pemerintah Mesir menunjukkan perhatian terhadap trend ini. Menteri urusan agama telah menerbitkan buku petunjuk menentang penggunaan cadar dengan mengatakan cadar bukanlah ajaran Islam. Kementerian Kesehatan Mesir juga akan melarang para dokter dan perawat menggunakan cadar.

Di Timur Tengah, cadar di asosiasikan dengan paham Salafi, mahzab ultra konservatif yang kebanyakan dianut di Saudi Arabia.

Kebanyakan kaum Salafis menghindari politik namunajaran itu telah mempengaruhi sejumlah militan Islamis seperti Osama Bin Laden.

Al Azhar sejak lama terkenal dengan reputasinya sebagai sumber ajaran dan fatwa Islam Sunni yang berwibawa.

Mereka yang aktif memperkenalkan ajaran Salafi kadang kala dibiayai oleh penyandang dana yang kaya raya di Arab Saudi yang menentang ajaran teologi Al Azhar.

Copas dari postingan budisetiawan Multiply.com

1 comment:

sandhi said...

MUKTAMAR VIII NAHDLATUL ULAMA
Keputusan Masalah Diniyyah Nomor : 135 / 12 Muharram 1352 H / 7 Mei 1933 Tentang
HUKUM KELUARNYA WANITA DENGAN TERBUKA WAJAH DAN KEDUA TANGANNYA

Pertanyaan :
Bagaimana hukumnya keluarnya wanita akan bekerja dengan terbuka muka dan kedua tangannya? Apakah HARAM atau Makruh? Kalau dihukumkan HARAM, apakah ada pendapat yang menghalalkan? Karena demikian itu telah menjadi Dharurat, ataukah tidak? (Surabaya)

Jawaban :
Hukumnya wanita keluar yang demikian itu HARAM, menurut pendapat yang Mu’tamad ( yang kuat dan dipegangi - penj ).
Menurut pendapat yang lain, boleh wanita keluar untuk jual-beli dengan terbuka muka dan kedua tapak tangannya, dan menurut Mazhab Hanafi, demikian itu boleh, bahkan dengan terbuka kakinya, APABILA TIDAK ADA FITNAH.

_______________________________
Keterangan :

(a) Kitab Maraqhil-Falah Syarh Nurul-Idlah (yang membolehkan):

(وَجَمِيْعُ بَدَنِ الْحُرَّةِ عَوْرَةٌ إلاَّ وَجْهَهَا وَكَفََّّيْهَا). بَاطِنَهُمَا وَظَاهِرَهُمَا فِيْ اْلأَصَحِّ وَهُوَ الْمُخْتَارُ. وَ ذِرَاعُ الْحُرَّةِ عَوْرَةٌ فِيْ ظَاهِرِ الرِّوَايَةِ وَهِيَ اْلأَصَحُّ. وَعَنْ أَبِيْ حَنِيْفَةَ لَيْسَ بِعَوْرَةٍ (وَ) إِلاَّ (قَدَمَيْهَا) فِيْ أَصَحِّ الرِّوَايَتَيْنِ بَاطِنِهِمَا وَظَاهِرِهِمَا الْعُمُوْمِ لِضَرُوْرَةِ لَيْسَا مِنَ الْعَوْرَةِ فَشَعْرُ الْحُرَّةِ حَتىَّ الْمُسْتَرْسَلِ عَوْرَةٌ فِيْ اْلأَصَحِّ وَعَلَيْهِ الْفَتَوَي

Seluruh anggota badan wanita merdeka itu aurat kecuali wajah dan kedua telapak tangannya, baik bagian dalam maupun luarnya, menurut pendapat yang tersahih dan dipilih. Demikian pula lengannya termasuk aurat. Berbeda dengan pendapat Abu Hanifah yang tidak menganggap lengan tersebut sebagai aurat. Menurut salah satu riwayat yang sahih, kedua telapak kaki wanita itu tidak termasuk aurat baik bagian dalam maupun bagian luarnya. Sedangkan rambutnya sampai bagian yang menjurai sekalipun, termasuk aurat, demikian fatwa atasnya.

(b) Kitab Bajuri Hasyiah Fatchul-Qarib Jilid. II Bab Nikah (yang mengharamkan) :

(قَوْلُهُ إِلىَ أَجْنَـبِّيَةِ) أَي إِلىَ شَيْءٍ مِنْ اِمْرَأَةٍ أَجْنَـبِّيَّةٍ أَي غَيْرِ مَحْرَمَةٍ وَلَوْ أَمَةً وَشَمِلَ ذَلِكَ وَجْهَهَا وَكَفََّّيْهَا فَيَحْرُمُ النَّظَرُ إِلَيْهَا وَلَوْ مِنْ غَيْرِ شَهْوَةٍ أَوْ خَوْفٍ فِتْنَةٍ عَلىَ الصَّحِيْحِ كَمَا فِيْ الْمِنْحَاجِ وَغَيْرِهِ إِلىَ أَنْ قَالَ وَقِيْلَ لاَ يَحْرُمُ لِقَوْلِهِ تَعَالَى " وَلاَ يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلاَّ مَا ظَهَرَ مِنْهَا" وَهُوَ مُفَسَّرٌ بِالْوَجْهِ وَالْكَفَّيْنِ وَالْمُعْتَمَدُ اْلأَوَّلُ. وَلاَ بِتَقْلِيْدِ الْـثَانِيْ لاَسِيَّمَا فِيْ هَذَا الزَّمَانِ الَّذِيْ كَثُرَ فِيْهِ خُوْرُجُ النِّسَاءِ فِيْ الطُّرُقِ وَاْلأَسْوَاقِ وَشَمِلَ ذَلِكَ أَيْضًا شَعْرَهَا وَظَفْرَهَا.

(PENDAPAT PERTAMA) (Perkataannya atas yang bukan mahram / asing) yakni, pada segala sesuatu pada diri wanita yang bukan mahramnya walaupun budak termasuk wajah dan kedua telapak tangannya, maka haram melihat semua itu walaupun tidak disertai syahwat ataupun kekhawatiran timbulnya adanya fitnah sesuai pendapat yang sahih sebagaimana yang tertera dalam kitab al-Minhaj dan lainnya. PENDAPAT LAIN (KEDUA) menyatakan atau dikatakan (qila) tidak haram sesuai dengan firman Allah “Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang biasa nampak dari padanya” (QS.An-Nuur : 31).
PENDAPAT PERTAMA (yang mengharamkan) LEBIH SAHIH, dan tidak perlu mengikuti pendapat kedua (yang tidak mengharamkan) terutama pada masa kita sekarang ini di mana banyak wanita keluar di jalan-jalan dan pasar-pasar. Keharaman ini juga mencakup rambut dan kuku.

SUMBER :
Ahkamul Fuqaha, Solusi Problematika Hukum Islam, Keputusan Muktamar, Munas, dan Konbes Nahdlatul Ulama (1926-2004 M), halaman123-124, Pengantar: Rais ‘Am PBNU, DR.KH.MA Sahal Mahfudh; Lajnah Ta’lif wan Nasyr (LTN) NU Jatim dan Khalista, cet.III, Pebruari 2007.